"Saat
saya masih aktif di tentara, dan akan ditugaskan ke daerah operasi, saya pernah
dipanggil Presiden Suharto. Dipanggil presiden yang juga jenderal bintang
empat, saya berpikir akan diberi sangu
(bekal). Apalagi beliau juga mertua. Tenyata pertemuan tidak sampai lima menit.
Presiden hanya berpesan Ojo Lali, Ojo
Dumeh, Ojo Ngoyo. Jadi ini 'sangu' untuk saya," ujar Prabowo dalam
Leadership Talk di ajang Rakornas PKS di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat,
Selasa (12/1/2016).
Prabowo
mengungkapkan tiga hal tersebut hingga saat ini masih dipakai sebagai prinsip
dalam menjalankan amanah kepemimpinan di berbagai bidang. Ojo Lali, lanjut Prabowo, berarti jangan lupa terhadap
ajaran-ajaran yang pernah diterima dalam hidup, baik ajaran agama, militer,
sosial budaya, maupun ajaran dari orang tua. Ojo dumeh,
lanjut Prabowo, berarti jangan sombong dalam kehidupan. Dalam organisasi,
seorang pemimpin harus selalu berada di depan dan memberikan teladan
kepemimpinan. Pemimpin harus mampu mengayomi yang dipimpinnya. Ojo Ngoyo,
berarti jangan memaksa hal-hal yang di luar kemampuan. Menurut Prabowo,
pemimpin harus bekerja keras dan maksimal dalam berusaha sebaik mungkin
mencapai target-target dan menerima apapun hasilnya.
"Pelajaran
tiga kalimat dari Pak Harto itu nilainya sangat sulit untuk dikuantifikasi.
Sampai sekarang di bidang militer, bisnis, dan politik saya pakai sebagai alat
kepemimpinan saya. Saya tidak lupa dengan ajaran-ajaran yang saya terima, tidak
sombong dan tidak memaksakan diri. Selalu berusaha yang terbaik dan menerima
apapun hasilnya tanpa harus memaksakan diri," cetusnya.
Prabowo
pun mendapat tepuk tangan meriah dari 800 peserta Rakornas PKS selepas
memberikan pidatonya selama lebih dari satu jam.
Rakornas
dihadiri pimpinan pusat PKS antara lain Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman,
Ketua Majelis Syuro Periode 2010-2015 KH Hilmi Aminuddin, Sekjen Taufik Ridho,
Ketua MPP Suharna Surapranata, Ketua DSP Surahman Hidayat, Ketua FPKS DPR RI
Jazuli Juwaini, dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
0 Komentar