Pancasila Itu Keren dan Visioner – 2

Kentalnya nilai-nilai Islam dalam Pancasila tentunya karena pertama, memang nilai-nilai agama sudah hidup pada masyarakat saat itu. Kedua, juga karena pada saat itu terlihat geliat kebangkitan umat Islam setelah keruntuhannya. Geliat kebangkitan ini terbaca oleh Lothrop Stoddard yang kemudian menuangkannya dalam buku berjudul The New World of Islam yang terbit sekitar tahun 1920-an. Presiden Soekarno demikian terinsiprasi dengan buku tersebut sehingga pada tahun 1966 beliau memerintahkan untuk menerrjemahkannya dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan agar menjadi buah pemikiran dan inspirasi bagi kebangsaan Indonesia yang mayoritas beragama Islam.

Dengan mendarahdagingnya nilai-nilai agama dalam Pancasila, serta kehidupan berbangsa dan bernegara, maka jangan sampai kita mengkhianati Pancasila dengan menjauhkan nilai-nilai agama dari kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Kita harus pertahankan Pancasila agar tidak dibajak oleh oknum-oknum yang ingin menjadikan bangsa ini jauh dari nilai-nilai agama.

Selain itu, saya melihat Pancasila itu visioner. Saya kagum dengan para founding fathers yang memang para pemikir, negarawan dan pembaca dialektika yang berkembang saat itu. Sehingga diskusi-diskusi, debat-debat, dialektika-dialektika yang berbobot menghasilkan pemikiran-pemikiran yang brilian, keren, dan visioner. Di antara hasil pemikiran itu adalah nilai musyawarah perwakilan yang tertuang dalam sila ke empat. Lucunya, kini demokrasi yang berkembang di Barat cenderung mengarah ke model musyawarah ini.

David Held belakangan ini dalam bukunya The Models of Democracy menjelaskan model-model demokrasi yang ada. Dan yang terbaru adalah model demokrasi deliberatif, yaitu demokrasi yang menekankan kepada musyawarah dengan penyertaan masyarakat. Bangsa Barat baru sadar pentingnya deliberatif ini, sedangkan hal ini sudah jelas tertuang dalam Pancasila dan kita mempraktikkannya selama ini.

Hal lain yang menurut saya Pancasila visioner adalah bahwa nilai sosial demokrat terkandung di dalamnya. Jika Pancasila diperas menjadi 3 maka unsurnya terdiri dari sosio nasionalisme, sosio demokrasi, dan ketuhanan. Jika diperas lagi jadi Ekasila, intinya adalah gotong royong, kurang lebih mirip dengan spirit Piagam Madinah yang menekankan gotong royong dalam masyarakat yang plural. Gotong royong pasti didahului dengan musyawarah.

Ketika itu negara-negara Barat sedang gandrung dengan demokrasi dan negara-negara Timur sedang gandrung dengan sosialisme komunisme, Pancasila mengakomodasi jalan tengah sosio demokrasi. Indonesia pun menggagas Gerakan Non Blok. Ini juga sesuai dengan "Tidaklah Kami jadikan kalian kecuali sebagai wasit (saksi/penengah) bagi umat manusia."

Indonesia layak sebagai penengah. Sepertinya negara-negara Barat gandrung dengan konsep sosialis demokrat. 50 tahun sebelumnya Indonesia sudah mengakomodasi hal tersebut dalam Pancasila. Karenanya sangat tepat bila negara-negara Barat dan Timur perlu belajar Pancasila dari Indonesia. Sebuah pemikiran yang keren yang visioner, akomodatif dan terbuka.

Oleh sebab itu yang perlu kita pikirkan sekarang, terlebih sebentar lagi kita akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN di mana segala hal menjadi terbuka, kita harus berpikir maju untuk mengampanyekan Pancasila kepada negara-negara lain. Bangsa lain boleh jualan produk-produk ekonomi. Kita pun begitu, meskipun komoditas ekonomi jualan kita masih didominasi oleh sumber daya alam mentah. Kita perlu gebrakan untuk jualan Pancasila, sebagaimana Amerika jualan demokrasi. Pancasila yang keren dan visioner ini, saya rasa akan sangat laik jual. Negara-negara lain harus belajar Pancasila dari kita. Ini adalah daya saing tersendiri bagi Indonesia.

Sebelumnya: Pancasila itu Keren dan Visioner

Posting Komentar

0 Komentar